Langsung ke konten utama

Otoritas Tanpa Dasar

Hai.
Gue lagi.

Hari minggu lalu, aqueous humor yang ada di mata gue lagi bekerja keras memproduksi air mata (kebanjiran job). Jantung gue juga lagi maju mundur cantik dengan sangat cepat. Pikiran gue melayang-layang.

Gue jadi gelisah, galau dan merana. Emang ada apa sih?

GUE GAK DIKASIH IJIN PERGI KE PANTAI BARENG TEMEN-TEMEN SEKELAS.

Why? Why? Why?
“Mi, besok mau ke pantai sama temen-temen sekelas, bareng wali kelas juga. Boleh?”
“Nggak”

Jleb.

Sakit hati gue. Tanya dulu kek, “Perginya naik apa?”, “Jam berapa?”, atau apa lah. Paling nggak ada alasannya kenapa gue gak boleh ikut. Ini nih penyebab pribadi kuper gue (cari kambing hitam).

“Tapi, kan ada guru yang ikut”
“Nggak, nggak, nggak. Nanti kamu di ajak kesana kesini. Bikin pikiran”

Haah?! Alasan apa itu. Basi.

Sumpah. Gue sebel banget, sampai malem itu gue gak makan. Eh, paginya kelaperan. Nyesel deh gue. Saran gue sob, kalo lo ngambek kayak gue, gak usah mogok makan, tapi mogok nyemil aja. Biar cacing-cacing di perut nggak mendam dendam kesumat sama elo. Be wise to your worm. Hah?

Apa yang harus gue lakukan? Gue Cuma bisa komat-kamit di atas tempat tidur sambil main game minesweeper.

Karena malamnya gue tidur cukup larut, jadi gue bangun kesiangan. Jam berapa? Jam 7.40, padahal janjian ke pantainya jam 7.30. Gue panik! Sampai lupa kalo gue gak diijinin pergi. Gue buru-buru mandi dan siap-siap. Gerakan gue lebih cepat daripada pos express. Waktu selesai mandi, ibu gue nanya, “Mau kemana? Tumben libur gini, pagi-pagi udah mandi.” Tentu dengan polos gue jawab, “Mau ke pantai.”

It’s a miracle!

Yaa, kalimat terakhir gue adalah sebuah keajaiban. Kenapa? Sebab, setelah gue mengatakan hal itu, gue berhasil nginjek pasir laut. Yaa, gue diijinin. Kok bisa? Entahlah, ajaib. Dia berubah pikiran, mungkin itu hasil dari komat-kamit gue.

Setelah gue mengatakan kalimat itu, dia bilang, “Ya sudah. Hati-hati. Kalo orang tua sudah percaya jangan dikecewakan.” Yaa, senyum 10cm terpampang nyata di wajah gue. Gue gak bisa berkata apa-apa, yang pasti perasaan gue seneng banget.

Gue heran sama ibu gue. dibujuk, dirayu, tapi pendirian buat nggak ngijinin gue ke pantai tetap gak goyah sama sekali. Tapi, ketika kepolosan gue datang (gue polos?), tanpa dibujuk atau dirayu dia dengan senang hati menyetujuinya. Disitu kadang gue merasa sedikit bersyukur dengan penyakit pelupa gue. Yak! Bersyukur? Gue pernah nyasar gara-gara lupa harus lurus apa belok kiri.

Ya udahlah ya, meskipun pada awalnya gue gak diijinin pergi, tapi pada akhirnya gue pulang dengan selamat.

Apapun itu, sebenarnya bukanlah otoritas tanpa dasar yang sempat gue pikirkan waktu ibu berkata “Tidak”. Gue percaya, dia pasti punya alasan kenapa gak ngijinin gue pergi. Yang gue tau, dia khawatir sama gue dan berarti dia sayang sama gue. of course.

Sekarang gue megang kepercayaan orang tua gue. Dan mungkin kalian juga sama. So, don’t make them disappointed. Dari pengalaman yang gue lihat, kalo orang tua udah kecewa sekali, susah banget buat mereka percaya lagi.

Ya udah ya sob, mata gue udah pegel, soalnya gak pake kacamata. Dari tadi gue cari tuh kacamata tapi gak ketemu. Galau deh gue. Tanpa dia, hidup gue bakalan hampa, sehampa udara di planet mars. Lebay ya? hahaha

Sampai ketemu minggu depan sob. Makasih udah baca!

Salam Lauk
Ayu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanah Rantau

Bulan April datang Siapa paham itu hari malang Api menjalar waktu siang Semua lenyap tinggal ampas arang Perlahan-lahan makin jelas Tanah rantau memang keras Hidup di bangunan orang Bisa dirampas kala petang Gelap jadi makin pekat Tidak ada tawa di waktu padam Tidak ada cerita di waktu sunyi Hanya tangis, semua hilang Dinding kokoh jadi rapuh Di bawah kelabu makin jadi abu Runtuh ditinggal pergi jauh Tinggal puing ingatan semu Tempat dimana pernah ada kita anak-anak kecil yang bermain bersama Saya kembali Tapi hanya seorang diri

Andaikan dan Alangkah

bagaikan sebuah permohonan Andaikan hanya kata yang berselimut kenyataan pahit Sedangkan alangkah cuma kata yang tak ingin terkekang perih Kita memang begitu Telalu lama berseru Hingga berkubang abu Yang mungkintak bisa bersatu Aku yang menanti Kamu yang pergi Dimana bisa bertepi Di purnama yang ke berapa kali Diami hati yang tak bertuan pun Kau tak dapat sanggupkan Mungkin aku yang sedang menentang takdir Memintamu untuk hadir Yang nyatanya hanya mimpi pahit Dan benar-benar sakit Tangerang Selatan, 28 September 2019; 15.06 dari selatan kita berasal di selatan kita tak kunjung betemu terdapat selat-selat yang memisahkan mungkin begini kita selamanya terlambat kau yang terlambat menyadari perasaan sendiri atau aku yang terlambat menyadari untuk pergi TS, 6 Okt 2019; 09.20

Relativity Luxury

1         Berikanlah contoh barang dan/jasa yang sesuai dengan konsepsi kemewahan dari persepective normal condition in situation relativity beserta argumen mu Contohnya adalah nasi putih menjadi suatu kemewahan untuk pengidap diabetes dibandingkan dengan orang normal. Nasi putih merupakan menu utama bagi sebagain besar rakyat Indonesia. Bahkan slogan “belum kenyang kalau melum makan nasi” sudah melekat di kehidupan sehari-hari. Hal ini bersinggungan bagi orang yang mengidap diabetes yang harus mengkonsumsi makanan yang memiliki indeks glikemik rendah sedangkan nasi memiliki indeks glikemik tinggi sekitar 56-78. Indeks glikemik adalah standar pengukuran seberapa cepat karbohidrat dalam makanan diubah menjadi gula (glukosa) untuk dipakai sebagai energi. Hal ini mengharuskan pengidap diabetes mengurangi atau bahkan tidak boleh memakan nasi putih sehingga kadar gula dalam darah tidak mengalami peningkatan. Berbeda dengan kondisi orang normal yang bol...