Langsung ke konten utama

Mama

Mama

By Nr.adh
17 Juli 2019

Kami terlahir dari perempuan sederhana
Yang tak banyak berkeluh kesah
Yang bangun untuk menjemput pagi
Sehingga tak dipatuk ayam rezeki yang telah dijanji

Dirimu Sesederhana angin beralun menjatuhkan
daun-daun musim kemarau
Cakapmu di pagi hari layaknya gemuruh di musim
hujan yang selalu mengartikan rasa kasih

Kami rindu percakapan di pinggiran jalan
Dan saat jemarimu menyapu lembut rambut ini
Dan aku teramat rindu saat musim penghujan
Kita duduk menyelami cerita masa kecil ataupun
bercanda gurau dibawah derasnya rintik air

Dirimu dimakan usia
Garis-garis di wajah terukir jelas menutupi kejayaan masa muda
Namun tidak dengan hatimu yang masih tetap
hangat seperti tempo dulu

Aku ingin memelukmu, menciummu atau sekedar
tidur dipangkuanmu
Bercerita tentang hari dimana aku berpetualang dengan alunan dunia kejam
Kau akan mendengar, selepasnya akan tersenyum dan berkata
hal-hal yang menenangkan jiwa serta raga

Bagiku kejamnya dunia tak berarti apapun
saat doamu mengiringi langkah kami
untuk berpijak pada aral yang benar

Dibawah purnama putih
Aku rasa aku mencintaimu lebih dalam lagi
Namun rasamu lebih dari aku
Tetap baik-baik saja
Aku akan pulang, mama

Saat kerutan di wajahmu bertambah
Aku ingin kita belajar tabah
Pada kehendak Allah
Yang pasti tah terbantah

Dengan ranting kering di musim patah
Aku ingin kita tetap kukuh
Melewati hari yang penuh peluh
Namun tetap bersyukur di kala Subuh

Aku Mencintaimu Honey

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanah Rantau

Bulan April datang Siapa paham itu hari malang Api menjalar waktu siang Semua lenyap tinggal ampas arang Perlahan-lahan makin jelas Tanah rantau memang keras Hidup di bangunan orang Bisa dirampas kala petang Gelap jadi makin pekat Tidak ada tawa di waktu padam Tidak ada cerita di waktu sunyi Hanya tangis, semua hilang Dinding kokoh jadi rapuh Di bawah kelabu makin jadi abu Runtuh ditinggal pergi jauh Tinggal puing ingatan semu Tempat dimana pernah ada kita anak-anak kecil yang bermain bersama Saya kembali Tapi hanya seorang diri
Yang Ku Sebut Rumah Yang ku sebut rumah, ternyata tidak disini Terlalu membutakan hingga lupa ini hanyalah tempat persinggahan Katanya seperti suatu siang yang terik dengan kehausan di tengah padang pasir Cukup seteguk air lalu pergi, tidak demikian Serakah itu sifat manusia, perihal tak terbantahkan Cukup bukan tanda kepuasan, itu menyiratkan kekurangan dengan artian lebih Sebuah tempat sementara pun dengan kemauan di jadikan selamanya Serakah. Serakah. Itu juga diriku hendak memeluk gunung dengan lengan pendek. Lupa dimana yang ku sebut rumah Disini atau disana. Jawabnnya jelas namun diakhiri tanda tanya Sebab rasa ini lebih rapuh untuk yang tak nampak dan tanya itu mengungkapkan sebuah keyakinan Buta. Tak ingin melihat. Sudah terlanjur salah untuk yakini kebenaran Rumah bukan disini. Ini hanya tempat yang ambigu. Ingin pulang namun takut meninggalkan kemewahan terlalu dini Takut pulang dengan penyiksaan menanti di batas penghujung hari Leb...

Anak- Anak Negeri, Dari Timur Kami Berbicara

Mereka butuh tuntunan bukan tuntutan Bukan pula pukulan hanya pengertian Sebab kita punya hati bukan untuk menyakiti Mereka adalah anak-anak saya, di sana saya dipanggil ibu guru. Walaupun di awal jumpa kami saya telah memperkenalkan diri sebagai seorang kakak. Mungkin kebiasan di sekolah telah menobatkan saya sebagai seorang ibu guru. Dan itu cukup membanggakan untuk saya pribadi. Seiring berjalanya waktu, rasa itu tumbuh. Rasa untuk disayangi dan menyayangi. Mereka anak yang baik namun tidak benar-benar baik menyuarakan suara hati. Saat mereka bermain dan lupa akan waktu, sebuah teriakan peringatan atau sesekali sebuah pensil melayang di kepala. Mungkin mereka akan belajar, meraka salah sebab terlalu beribut dan nakal. Tapi ingat mereka juga akan belajar saat orang nakal mereka akan berteriak atau memukul untuk memberi pelajaran. Yah kita pernah di posisi itu, hanya mengikuti apa yang diperintahkan dan meniru apa yang dilakukan orang dewasa. Mereka masih kecil un...