Langsung ke konten utama

Yang Ku Sebut Rumah

Yang ku sebut rumah, ternyata tidak disini
Terlalu membutakan hingga lupa ini hanyalah tempat persinggahan
Katanya seperti suatu siang yang terik dengan kehausan di tengah padang pasir
Cukup seteguk air lalu pergi, tidak demikian

Serakah itu sifat manusia, perihal tak terbantahkan
Cukup bukan tanda kepuasan, itu menyiratkan kekurangan dengan artian lebih
Sebuah tempat sementara pun dengan kemauan di jadikan selamanya
Serakah. Serakah. Itu juga diriku hendak memeluk gunung dengan lengan pendek.

Lupa dimana yang ku sebut rumah
Disini atau disana. Jawabnnya jelas namun diakhiri tanda tanya
Sebab rasa ini lebih rapuh untuk yang tak nampak dan tanya itu mengungkapkan sebuah keyakinan
Buta. Tak ingin melihat. Sudah terlanjur salah untuk yakini kebenaran
Rumah bukan disini. Ini hanya tempat yang ambigu.


Ingin pulang namun takut meninggalkan kemewahan terlalu dini
Takut pulang dengan penyiksaan menanti di batas penghujung hari
Lebih baik tidak pulang dan itu bukan pilihan yang ditentukan hati


Hujan membumi malam ini
Aku dengan kelabu malam menutup untuk hari.


Oleh nr adh

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanah Rantau

Bulan April datang Siapa paham itu hari malang Api menjalar waktu siang Semua lenyap tinggal ampas arang Perlahan-lahan makin jelas Tanah rantau memang keras Hidup di bangunan orang Bisa dirampas kala petang Gelap jadi makin pekat Tidak ada tawa di waktu padam Tidak ada cerita di waktu sunyi Hanya tangis, semua hilang Dinding kokoh jadi rapuh Di bawah kelabu makin jadi abu Runtuh ditinggal pergi jauh Tinggal puing ingatan semu Tempat dimana pernah ada kita anak-anak kecil yang bermain bersama Saya kembali Tapi hanya seorang diri

Anak- Anak Negeri, Dari Timur Kami Berbicara

Mereka butuh tuntunan bukan tuntutan Bukan pula pukulan hanya pengertian Sebab kita punya hati bukan untuk menyakiti Mereka adalah anak-anak saya, di sana saya dipanggil ibu guru. Walaupun di awal jumpa kami saya telah memperkenalkan diri sebagai seorang kakak. Mungkin kebiasan di sekolah telah menobatkan saya sebagai seorang ibu guru. Dan itu cukup membanggakan untuk saya pribadi. Seiring berjalanya waktu, rasa itu tumbuh. Rasa untuk disayangi dan menyayangi. Mereka anak yang baik namun tidak benar-benar baik menyuarakan suara hati. Saat mereka bermain dan lupa akan waktu, sebuah teriakan peringatan atau sesekali sebuah pensil melayang di kepala. Mungkin mereka akan belajar, meraka salah sebab terlalu beribut dan nakal. Tapi ingat mereka juga akan belajar saat orang nakal mereka akan berteriak atau memukul untuk memberi pelajaran. Yah kita pernah di posisi itu, hanya mengikuti apa yang diperintahkan dan meniru apa yang dilakukan orang dewasa. Mereka masih kecil un...