Langsung ke konten utama

DIDIN, ADIK GUE



Didin, adik gue


Tiiiiiiiittttttttt....

 Hello everybody,

Beberapa hari yang lalu, kira-kira tanggal 1 september adik gue ulang tahun yang ke-12.gue sebagai kakak Cuma bisa kasih doa untuk didin, adik gue . Karena dia-nya gak mau apa-apa. Doa gue simple koh, “ semoga didin jadi adik yang baik. Nanti kalau dapat uang dari bapak. Uangnya jangan lupa di tabung, tabungannya buat kakak yah, itu tandanya didin udah jadi adik yang baik.semoga di umur yang bertambah ini didin bisa lebih tua dari kakak. semoga gigi-nya didin bisa di sikat setiap pagi, didin gak tau kan gimana rasanya tidur sama didin yang giginya gak disikat, itu baunya mirip kentut loh. Akhir kata, semoga didin umurnya panjang sepanjang terusan zeus dan gak se-pendek langkah kaki. AMIN


Kelihatan banget gue jadi kakak minta diazab sama adik. Tapi, gue jujur 1000%  ngomong gitu. Gak bohong kayak orang-orang yang kasih selamat dan bilang semoga umur panjang yahh, padahal dia berharap umur orang itu pendek. Wahh, otak gue udah di cemari limbah beracun dari setan, Hushh... sana setan-setan loh merusak blog gue, go to the HELL.

Pikiran gue sedikit dirasuki setan pas ngomong gitu, MAAF

By the way, gue akan cerita dimana didin berusaha mengapai impian pada ulang tahun ke-5 . Waktu itu, adik gue masih seukuran kacang ijo, jangan percaya karena gue bercanda. Waktu itu, dia masih Tk. Dia itu beda dari anak yang lain kalau yang lain belajar menghitung di dalam kelas didin belajar mengelilingi pohon mangga di samping kelas. Mungkin cita-citanya mengelilingi dunia, Cuma gak kesampaian gitu. Kreatif banget si didin, walaupun cita-citanya gak ke capai, dia gak bunuh diri, malah berimajinasi pohon mangga itu dunia. Dan tepat pada hari ulang tahunnya ke- 5, dia malah lebih giat menggelilingi pohon mangga. Sampai orang tua, gue dipanggil ke sekolah. Ini kejadian ibu 
 gue gak tahu, kalau tau mungkin didin di sembelih kemudian  di jadiin sate..hmmm nyamm #didin's sate

Di ulang tahunnya yang ke-6, dia malah bolos sekolah. Alasanya gue gak tau dan gak bakalan mungkin dia bolos untuk menggelilingi pohon mangga lagi. Cuma tuhan dan didin yang tau. Itupun kalau didin gak lupa yah..

Di ulang tahun yang ke-12 ini, didin gak minta hadiah apa-apa sama orang tua gue dan hari ulang tahun gak usah diheboin dengan acara atau apapun, dianggap aja sama seperti hari biasanya katanya si didin. WHATTT? Gue sedikit shock. Padahal, tiap hari dia pajak bapak gue untuk dapat goceng. Ini gue merasa, didin menjadi bijak sama pura-pura bijak, itu beda tipis. Didin sedikit sok kepedean menurut gue, siapa coba yang mau merayakan ulang tahunnya, dapat selamat aja, paling dari orang-orang yang ingat. Ini kalau orang-orang gak ingat, gimana? Di rayain aja belum tentu apalagi dapat selamat.#POORDIDIN

Nasibmu amat mengenaskan ade didin. Tapi lebih mengenaskan kakakmu ini, dapat selamat ulang tahun dan dapat banyak hadiah tapi semuanya Cuma sebatas fatamorgana.

Sebenarnya, masuksud si didin gak minta hadiah ultah itu karena gak mau menyusahkan orang tua gue. karena bapak sama ibu lagi sibuk mengurus aji  yang sekarang  kuliah. Jadi, dia berusaha meringankan beban orang tua gue.

Sedangkan gue sekarang lagi mikirin mati-matian mau minta hadiah apa pada saat ultah nanti.
Dari didin gue belajar, hari ulang tahun itu adalah hari yang special. Tapi, bukan hari dimana semua keinginkan bisa dipenuhi. Bukan hari dimana, membuat pesta meriah. Tapi dimana umur bertambah.

Terima kasih yang telah membaca,

maaf telat postingnya, alasanya saya jatuh ke dalam limbah beracun, setelah keluar saya nyasar di antartika, dan dikejar beruang kutub hingga sampai di gurun pasir, perjalanan panjang hingga saya bisa menulis lagi...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanah Rantau

Bulan April datang Siapa paham itu hari malang Api menjalar waktu siang Semua lenyap tinggal ampas arang Perlahan-lahan makin jelas Tanah rantau memang keras Hidup di bangunan orang Bisa dirampas kala petang Gelap jadi makin pekat Tidak ada tawa di waktu padam Tidak ada cerita di waktu sunyi Hanya tangis, semua hilang Dinding kokoh jadi rapuh Di bawah kelabu makin jadi abu Runtuh ditinggal pergi jauh Tinggal puing ingatan semu Tempat dimana pernah ada kita anak-anak kecil yang bermain bersama Saya kembali Tapi hanya seorang diri
Yang Ku Sebut Rumah Yang ku sebut rumah, ternyata tidak disini Terlalu membutakan hingga lupa ini hanyalah tempat persinggahan Katanya seperti suatu siang yang terik dengan kehausan di tengah padang pasir Cukup seteguk air lalu pergi, tidak demikian Serakah itu sifat manusia, perihal tak terbantahkan Cukup bukan tanda kepuasan, itu menyiratkan kekurangan dengan artian lebih Sebuah tempat sementara pun dengan kemauan di jadikan selamanya Serakah. Serakah. Itu juga diriku hendak memeluk gunung dengan lengan pendek. Lupa dimana yang ku sebut rumah Disini atau disana. Jawabnnya jelas namun diakhiri tanda tanya Sebab rasa ini lebih rapuh untuk yang tak nampak dan tanya itu mengungkapkan sebuah keyakinan Buta. Tak ingin melihat. Sudah terlanjur salah untuk yakini kebenaran Rumah bukan disini. Ini hanya tempat yang ambigu. Ingin pulang namun takut meninggalkan kemewahan terlalu dini Takut pulang dengan penyiksaan menanti di batas penghujung hari Leb...

Anak- Anak Negeri, Dari Timur Kami Berbicara

Mereka butuh tuntunan bukan tuntutan Bukan pula pukulan hanya pengertian Sebab kita punya hati bukan untuk menyakiti Mereka adalah anak-anak saya, di sana saya dipanggil ibu guru. Walaupun di awal jumpa kami saya telah memperkenalkan diri sebagai seorang kakak. Mungkin kebiasan di sekolah telah menobatkan saya sebagai seorang ibu guru. Dan itu cukup membanggakan untuk saya pribadi. Seiring berjalanya waktu, rasa itu tumbuh. Rasa untuk disayangi dan menyayangi. Mereka anak yang baik namun tidak benar-benar baik menyuarakan suara hati. Saat mereka bermain dan lupa akan waktu, sebuah teriakan peringatan atau sesekali sebuah pensil melayang di kepala. Mungkin mereka akan belajar, meraka salah sebab terlalu beribut dan nakal. Tapi ingat mereka juga akan belajar saat orang nakal mereka akan berteriak atau memukul untuk memberi pelajaran. Yah kita pernah di posisi itu, hanya mengikuti apa yang diperintahkan dan meniru apa yang dilakukan orang dewasa. Mereka masih kecil un...