Langsung ke konten utama

MEMBURU IMPIAN



Berburu Impian



Pengen ke raja rasa, Taunya ke salatiga
 Gak ke rasa, Taunya udah kelas tiga..

Yeaahhh,..

Sekarang udah kelas tiga, padahal kemarin gue baru lari-lari di koridor sekolah untuk daftar.
Sekarang udah kelas tiga, padahal kemarin gue baru kelas satu.
Sekarang udah kelas tiga, padahal kemarin gue baru kelas dua
Sekarang udah kelas tiga..

Gosh,!! Loh lebih hebat  dari Albert Einstein. Sehari sekolah udah kelas tiga.

Di kelas tiga, bukan waktunya lagi untuk nonton drama korea, baca novel, baca komik, nonton Tv, main sosmed, hang out. Bisa sih sesekali, tapi gak bisa seharian nonton drama korea lagi, seharian main sosmed lagi, dan seharian tanpa buku lagi.

Di saat ini, di waktu ini, disini, diini,

Kita harus prioritaskan apa yang penting dan yang gak penting. Harus belajar untuk Ujian nasional, walau lagi beberapa bulan, kan lagi beberapa bulan. Gini yah, gue juga rada takut kalau gue kayak ‘panas-panas tai ayam’,. Pertamanya aja yang semangat pertengahanya gue udah main sosmed lagi dan lupa belajar. Jadi, kayak lupa tujuan gue yang semula. Kalau ada yang senasib sama gue. Kita jangan rajin-rajin salah fokus. Mantapin tujuan kita dan berusaha untuk mengapai, memetik, memelihara.*abaikan tulisan gue yang rada alay. Toh ini semua juga untuk kebaikaan kita beserta kakek, nenek, ayah, ibu, kakak, adik, intinya untuk keluarga.

Anak kelas tiga jangan lupa harus Ujian Nasional. Ujian nasional mungkin kelihatan menakutkan untuk kita. Maka dari itu jangan dilihat tapi dilawan. Lawanya juga jangan pakai sistem SKS (sistem kebut semalam). Nanti kalau kebut-kebutan kecelakaan gimana. Jadi, kalau mau lawan Uian Nasional pakai sistem belajar tiga tahun dengan sungguh-sungguh.

Dan disaat ini pula kita harus berpikir jalan apa yang akan ditempuh selanjutnya. Untuk mengapai impian kita. Mungkin waktu SD, cita-cita kita itu dokter – polisi – pilot – dokter – polisi – pilot dan gak jauh-jauh dari dokter-polisi-pilot. Tapi, sekarang udah beda kita udah Tau kemampuan kita kayak gimana. So, waktunya kita untuk berburu impian yang mungkin kita raih dengan kemampuan kita. Misalnya yang pintar ngelawak jadi dokter, yang suka terbang berpindah hati jadi pilot, yang selalu nyasar cari alamat jadi ayu ting ting.

Dikelas tiga ini, gue bercita-cita menjadi pengawai perpajakan. Doain gue bisa berhasil yah.!! Tugas gue paling ke rumah orang terus teriak, “ bayar pajak, ngak bayar pajak gue bajak”.(Cuma bercanda doang). Gue nggak terlalu tau sih tugasnya apa, mungkin duduk manis di kursi, lalu di gigit semut. Sebab musabab, gue mau jadi pegawai perpajakan karena peluang kerjanya ada sehingga gue ngak jadi pengangguran. HOREEE!!!

Sebenarnya, impian gue itu pingin punya toko kue sendiri. Alasanya karena gue suka liat orang masak kue. Dan gue berharap kalau misalnya, toko gue buat kue baru untuk menu, gue yang pertama mencicipnya. Gue berimpian punya toko kue sejak SD karena sering masuk ke toko kue sama bapak. Toko kue itu beda sama toko-toko yang lain. Dimana, terdapat banyak makanan dan harum kue-kue yang baru di panggang *cukup bernostalgia-nya gue jadi lapar. Mungkin setelah jadi pegawai perpajakan gue akan berusaha membuat toko gue sendiri. Toko kue, toko kue, toko kue,

Toko kue nanti namanya gak mau pakai ‘bakery’. Namanya Nur Fashion. Toko itu nantinya diisi sama baju-baju yang terbuat dari kue, biar terkesan toko kue limited edition. Gue menghayal di toko itu dibuat seperti luar angkasa serasa pas makan kue-nya mereka bakal melayang ke luar angkasa. Sekian dari hayalan gue semoga terwujud impian dan sejuta hayalan gue.*kedip-kedip mata

Percaya sama tuhan, ngak ada yang ngak mungkin

Hidup itu berat jika kamu tidak berusaha untuk meringankannya.

Ingat di samping semua perjuangan jangan lupa ‘BERDOA’.


Di langit banyak bintang
Bintangnya punya gigi
Jangan lupa datang
Disini lagi.


Sekian dari saya. Double A.
salam manis dari Alien Antariksa, semoga tidak diabetes


           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanah Rantau

Bulan April datang Siapa paham itu hari malang Api menjalar waktu siang Semua lenyap tinggal ampas arang Perlahan-lahan makin jelas Tanah rantau memang keras Hidup di bangunan orang Bisa dirampas kala petang Gelap jadi makin pekat Tidak ada tawa di waktu padam Tidak ada cerita di waktu sunyi Hanya tangis, semua hilang Dinding kokoh jadi rapuh Di bawah kelabu makin jadi abu Runtuh ditinggal pergi jauh Tinggal puing ingatan semu Tempat dimana pernah ada kita anak-anak kecil yang bermain bersama Saya kembali Tapi hanya seorang diri
Yang Ku Sebut Rumah Yang ku sebut rumah, ternyata tidak disini Terlalu membutakan hingga lupa ini hanyalah tempat persinggahan Katanya seperti suatu siang yang terik dengan kehausan di tengah padang pasir Cukup seteguk air lalu pergi, tidak demikian Serakah itu sifat manusia, perihal tak terbantahkan Cukup bukan tanda kepuasan, itu menyiratkan kekurangan dengan artian lebih Sebuah tempat sementara pun dengan kemauan di jadikan selamanya Serakah. Serakah. Itu juga diriku hendak memeluk gunung dengan lengan pendek. Lupa dimana yang ku sebut rumah Disini atau disana. Jawabnnya jelas namun diakhiri tanda tanya Sebab rasa ini lebih rapuh untuk yang tak nampak dan tanya itu mengungkapkan sebuah keyakinan Buta. Tak ingin melihat. Sudah terlanjur salah untuk yakini kebenaran Rumah bukan disini. Ini hanya tempat yang ambigu. Ingin pulang namun takut meninggalkan kemewahan terlalu dini Takut pulang dengan penyiksaan menanti di batas penghujung hari Leb...

Anak- Anak Negeri, Dari Timur Kami Berbicara

Mereka butuh tuntunan bukan tuntutan Bukan pula pukulan hanya pengertian Sebab kita punya hati bukan untuk menyakiti Mereka adalah anak-anak saya, di sana saya dipanggil ibu guru. Walaupun di awal jumpa kami saya telah memperkenalkan diri sebagai seorang kakak. Mungkin kebiasan di sekolah telah menobatkan saya sebagai seorang ibu guru. Dan itu cukup membanggakan untuk saya pribadi. Seiring berjalanya waktu, rasa itu tumbuh. Rasa untuk disayangi dan menyayangi. Mereka anak yang baik namun tidak benar-benar baik menyuarakan suara hati. Saat mereka bermain dan lupa akan waktu, sebuah teriakan peringatan atau sesekali sebuah pensil melayang di kepala. Mungkin mereka akan belajar, meraka salah sebab terlalu beribut dan nakal. Tapi ingat mereka juga akan belajar saat orang nakal mereka akan berteriak atau memukul untuk memberi pelajaran. Yah kita pernah di posisi itu, hanya mengikuti apa yang diperintahkan dan meniru apa yang dilakukan orang dewasa. Mereka masih kecil un...