Langsung ke konten utama

Bermain-main Dengan Dosa

Hai
Hai lagi
Lagi lagi hai

Ada seseorang yang menyapaku ditengah kemelutnya pikiran akan ujian yang ingin dilalui. Kalian tahu setelahnya dia yang menyapa tak tahu-menahu perihal isi hati . Aku telah menyukainya sebelum kata hai terucap. Sebut saja aku sedang mencintai dalam diam, tak pernah bercakap namun menempatkan rasa. Sebelum ada kata hai, kita mulai dengan pembelajaran bela negara ditengah lapangan dan setelahnya adalah makan siang. Makan siang paling sialan dimana dua pasang sepatu merah dipasangkan dengan ketidaksengajaan. Selepasnya sebuah kotak nasi di depanku adalah miliknya dan miliknya adalah milikku. Ini hal paling buruk, saling menyuapi dan aku memang mudah ditebak seperti pikiran kalian. Aku jatuh pada bola mata cokelat yang hanya memandangiku sebatas seorang cewe yang akan menyuapinya siang itu.

Kejadian laginya pasti hadir, memang mungkin takdir yang sedang mencoba iman seorang hamba. Lagi-lagi kita bertemu tanpa sepatu merah hanya baju sederhana yang sesederhana dipakai setiap hari. Aku diam dan kau mulai membuka pembicaraan. Kebohongan kecil dan itu cukup menyadarkan lelaki tetaplah lelaki. Begitu mudah berkata, begitu mudah berbicara hal-hal membual.  Ternyata ini caramu mencairkan suasana dan cara ini membuat hati meniadakan logika .

Kemudian, hal-hal kecil yang membuat mata ini tertuju padanya. Perjalanan di sepanjang anak-anak tangga menuju lantai dua, bertemu di lorong, perjumpaan di lift (cukup sekali), menjadi makmumnya, meminta file foto, memandangi dari ujung barisan. Dan wanita memang tak pernah luput dari momen manis dan momen mengecewakan. Selalu diingat dan terluka kemudian. Saat berbaris mengitari tiang bendera dan membentuk huruf L, aku bisa melihatmu dengan jelas, tersenyum pada orang disebelahmu atau sekedar bercanda dengannya. Senyum memang menular. Saat aku bisa melihatmu dengan jelas itu juga berarti kau berada di ujung dan aku di ujung lainnya, jauh, sangat jauh, atau memang harus demikian. Awalnya kupikir tak mengapa mengagumi toh nantinya tak akan bertemu lagi, sekedar senyuman di waktu malam pagi masih mengantung. Akhirnya harus dibalas dengan air mata dikala malam sore mendatang.

Pernah sekali melihat wajah seriusmu ditengah gaduhnya suasana aula waktu itu. Mencuri pandang dari sela-sela kursi kuning. Setan suka mengoda, membuatku bermain-main dengan dosa.
Ternyata sebulan berlalu dan perpisahan yang akan mengakhiri semuanya. Aku dengan berani menulis sepucuk surat. Dari sekian banyak tulisan yang ku buat, aku rasa itu tulisan yang cukup buruk padahal aku suka bermain kata sehingga membuatmu sejenak memikirkan apa yang tertulis tapi ternyata tidak, tulisan itu begitu jelas meringkas kegundahan dalam hati.

Terakhir dia pergi, aku melihat punggungnya membelakangi. terkadang mereka bilang hati tidak rela berpisah tapi yang kurasa lebih baik berpisah daripada bermain-main dengan zina dan terkadang diacuhkan dari logika. kau sederhana, cukup itu yang teringat dibenak.

Sebulan lebih seminggu,  kita semua berkumpul lagi, cukup 3 hari. Tapi itu hari paling berat untuk hati yang sedang digoda untuk berdosa. Aku memilih biasa saja seperti nasihat seorang teman. Namun tetap berlinang air mata dikala senja pamit undur diri. Tiga hari yang panjang dan aku lebih memilih menangis dan duduk termenung di sudut balkon lantai dua. Aku teringat Allah, Tuhan Semesta Alam. Bagaimana hati ini sanggup bermain dengan dosa nyatanya ku tahu Allah Maha Pencemburu.

Aku kira aku telah patah hati waktu kubilang "secepat itu jatuh cinta, secepat itu pula patah hati". nyatanya aku masih tumbuh dalam ekspektasi dan terluka dalam realitas. Menunggu benih yang tak pernah ditanam dan menanti hujan menghujaninya, aku terus berekspektasi yang aku tahu sedari awal hanya akan memanen luka dan dosa. Jangan berharap mekar jika benihnya saja dia tak punya.

Dari semua itu, aku harus banyak bersyukur. Bahwasannya aku harus memperbaiki hatiku untuk Allah dan masih ada banyak kurang dalam iman dan takwa kepada-Nya. Aku menjadi makin rindu kepada Allah untuk menghapuskan rasaku dan hayalan semuku. Berlindung dari hawa nafsu dan rayuan setan.

Bermain-main dengan dosa
saat ku pandangi wajahmu
dan aku lupa akan diri-Nya

Bermain-main dengan dosa
saat kumendambakan dirimu
yang belum halal untuku
apakah hendak kulangkahi takdir yang tertulis?

sabar tak terdengar
takala kukira ini bukan dosa
padahal aku sedang terkubur dalam kubangan dosa

Ya Allah
palingkan wajahku dari menatapnya
tak sanggup aku mendua pada-Mu
bagaimana mungkin sanggup, saat hidupku dan matiku ada ditangan-Mu


Ini bisa buatku belajar, menjaga hati dan pandangan, menilai sebesar apa iman dan takwa pada-Mu, Ya Rabb. Ampunilah segala khilaf dan dosa. Aku tak sanggup berpaling dari-Mu tetapi aku sanggup menghapus rasa padanya. Pernah terucap untuk meyakinkan hati, jika dia orangnya, dia akan berani datang ke rumah saat sepucuk surat telah terbaca, nyatanya di balik tirai aku paham rasanya bertepuk sebelah tangan itu seperti apa.

Terima Kasih

Tanpa pernah kita sadari, suara juga bisa mendatangkan fitnah, meskipun suara itu keluar bukan dimaksudkan secara khusus untuk melagukannya atau untuk menarik perhatian. Untuk itu Allah telah melarang kaum Hawa untuk berlemah lembut dalam berbicara dengan laki-laki agar tidak timbul keinginan orang yang didalam hatinya terdapat penyakit seperti firman-Nya:
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara dengan mendayu-dayu sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (Al Ahzab: 32)


Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/15-ukhti-jagalah-suaramu.html
Surat An-Nur Ayat 31 وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ Arab-Latin: Wa qul lil-mu`mināti yagḍuḍna min abṣārihinna wa yaḥfaẓna furụjahunna wa lā yubdīna zīnatahunna illā mā ẓahara min-hā walyaḍribna bikhumurihinna 'alā juyụbihinna wa lā yubdīna zīnatahunna illā libu'ụlatihinna au ābā`ihinna au ābā`i bu'ụlatihinna au abnā`ihinna au abnā`i bu'ụlatihinna au ikhwānihinna au banī ikhwānihinna au banī akhawātihinna au nisā`ihinna au mā malakat aimānuhunna awittābi'īna gairi ulil-irbati minar-rijāli awiṭ-ṭiflillażīna lam yaẓ-harụ 'alā 'aurātin-nisā`i wa lā yaḍribna bi`arjulihinna liyu'lama mā yukhfīna min zīnatihinn, wa tụbū ilallāhi jamī'an ayyuhal-mu`minụna la'allakum tufliḥụn Terjemah Arti: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Referensi: https://tafsirweb.com/6159-surat-an-nur-ayat-31.html
Surat An-Nur Ayat 31 وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ Arab-Latin: Wa qul lil-mu`mināti yagḍuḍna min abṣārihinna wa yaḥfaẓna furụjahunna wa lā yubdīna zīnatahunna illā mā ẓahara min-hā walyaḍribna bikhumurihinna 'alā juyụbihinna wa lā yubdīna zīnatahunna illā libu'ụlatihinna au ābā`ihinna au ābā`i bu'ụlatihinna au abnā`ihinna au abnā`i bu'ụlatihinna au ikhwānihinna au banī ikhwānihinna au banī akhawātihinna au nisā`ihinna au mā malakat aimānuhunna awittābi'īna gairi ulil-irbati minar-rijāli awiṭ-ṭiflillażīna lam yaẓ-harụ 'alā 'aurātin-nisā`i wa lā yaḍribna bi`arjulihinna liyu'lama mā yukhfīna min zīnatihinn, wa tụbū ilallāhi jamī'an ayyuhal-mu`minụna la'allakum tufliḥụn Terjemah Arti: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Referensi: https://tafsirweb.com/6159-surat-an-nur-ayat-31.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanah Rantau

Bulan April datang Siapa paham itu hari malang Api menjalar waktu siang Semua lenyap tinggal ampas arang Perlahan-lahan makin jelas Tanah rantau memang keras Hidup di bangunan orang Bisa dirampas kala petang Gelap jadi makin pekat Tidak ada tawa di waktu padam Tidak ada cerita di waktu sunyi Hanya tangis, semua hilang Dinding kokoh jadi rapuh Di bawah kelabu makin jadi abu Runtuh ditinggal pergi jauh Tinggal puing ingatan semu Tempat dimana pernah ada kita anak-anak kecil yang bermain bersama Saya kembali Tapi hanya seorang diri

Relativity Luxury

1         Berikanlah contoh barang dan/jasa yang sesuai dengan konsepsi kemewahan dari persepective normal condition in situation relativity beserta argumen mu Contohnya adalah nasi putih menjadi suatu kemewahan untuk pengidap diabetes dibandingkan dengan orang normal. Nasi putih merupakan menu utama bagi sebagain besar rakyat Indonesia. Bahkan slogan “belum kenyang kalau melum makan nasi” sudah melekat di kehidupan sehari-hari. Hal ini bersinggungan bagi orang yang mengidap diabetes yang harus mengkonsumsi makanan yang memiliki indeks glikemik rendah sedangkan nasi memiliki indeks glikemik tinggi sekitar 56-78. Indeks glikemik adalah standar pengukuran seberapa cepat karbohidrat dalam makanan diubah menjadi gula (glukosa) untuk dipakai sebagai energi. Hal ini mengharuskan pengidap diabetes mengurangi atau bahkan tidak boleh memakan nasi putih sehingga kadar gula dalam darah tidak mengalami peningkatan. Berbeda dengan kondisi orang normal yang bol...

Andaikan dan Alangkah

bagaikan sebuah permohonan Andaikan hanya kata yang berselimut kenyataan pahit Sedangkan alangkah cuma kata yang tak ingin terkekang perih Kita memang begitu Telalu lama berseru Hingga berkubang abu Yang mungkintak bisa bersatu Aku yang menanti Kamu yang pergi Dimana bisa bertepi Di purnama yang ke berapa kali Diami hati yang tak bertuan pun Kau tak dapat sanggupkan Mungkin aku yang sedang menentang takdir Memintamu untuk hadir Yang nyatanya hanya mimpi pahit Dan benar-benar sakit Tangerang Selatan, 28 September 2019; 15.06 dari selatan kita berasal di selatan kita tak kunjung betemu terdapat selat-selat yang memisahkan mungkin begini kita selamanya terlambat kau yang terlambat menyadari perasaan sendiri atau aku yang terlambat menyadari untuk pergi TS, 6 Okt 2019; 09.20